Manga, komik, dan Literasi
Search for duniaku.com |
Man’ga atau juga dikenal dengan komik Jepang adalah salah satu produk JPop yang hingga sekarang masih menjadi fenomena yang layak diperbincangkan. Bahkan, hingga kini manga dijadikan sebagai salah satu rujukan trend dunia. Di sisi lain, man’ga dapat dijadikan sebagai media literasi yang bisa menjangkau hampir semua khalayak pembaca. Melalui bentuk visualnya yang dominan, man’ga dapat dengan mudah diterima oleh pembaca anak. Dengan pertimbangan pembaca anak lebih menyukai bacaan visual, modifikasi dan transformasi cerita klasik dan tradisional menjadi bentuk komik dapat diupayakan sebagai media literasi yang masih kurang. Di samping itu, usaha transformasi tersebut juga dapat turut mengembangkan industri kreatif.
Membaca adalah sebuah kemampuan yang dibangun melalui kebiasaan. Pepatah lama menyebutkan “buku adalah jendela dunia”. Aktivitas membaca adalah kemampuan berbahasa yang tidak hanya bertujuan mengatahui isi bahan bacaan. Membaca juga sebuah proses pemahaman yang kemudian bisa menumbuhkan ide dan gagasan baru. Hal ini karena membaca adalah sebuah kegiatan yang dapat mengembangkan cara berpikir berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Pada umumnya, kebiasaan membaca akan membawa seseorang pada kebiasan menulis. Gagasan yang tumbuh dan berkembang oleh karena aktivitas membaca dapat dituangkan kembali melalui kegiatan menulis. Sayuti (dalam Pujiono, 2012) menyatakan aktivitas menulis apapun, jodohnya adalah membaca. Keduanya saling berkaitan erat karena menulis itu membutuhkan wawasan danpengetahuan yang memadai. Oleh karena itu, menulis merupakan kerja intelektual yang harus dikembangkan.
Atas dasar itulah pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pandidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan ini melibatkan semua unsur dan pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan.
Melalui GLS, sekolah diharapkan menjadi tempat yang menyenangkan dan ramah anak di mana semua warganya menunjukkan empati, kepedulian, semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan, cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Hal tersebut menuntut tersedianya sarana dan media pendukung gerakan ini dalam bentuk yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa berdasarkan karakteristiknya. Di sisi lain, ketersediaan bahan bacaan untuk siswa sekolah (terutama tingkat dasar dan menengah) masih sangat kurang. Hal ini tentu bertolak belakang dengan prinsip GLS ini yaitu literasi yang sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya dan dilaksanakan secara berimbang menggunakan berbagai ragam teks dan memperhatikan kebutuhan peserta didik. Bahan bacaan literasi berbasis pengetahuan tradisi masih sangat kurang. Di samping itu, penciptaan karya sastra bahan bacaan literasi masih saja “menjauhkan diri” dari pembaca utama, yaitu anak-anak. Bahan bacaan literasi yang ada saat ini masih berbentuk tekstual yang tentunya kurang diminati pembaca anak. Hal ini tentu menghambat tahap pembiasaan dalam GLS yang menuntut tersedianya buku-buku nonpelajaran (novel, kumpulan cerpen, buku ilmiah populer, majalah, komik, dsb.), sudut baca kelas untuk tempat koleksi bahan bacaan, dan poster-poster tentang motivasi pentingnya membaca
Komik Sebagai Media Literasi
manga Gotoubun no Hanayome |
Komik menurut Bonnef menyimpulkan bahwa komik merupakan sebuah gambar tersusun dan kata tersusun yangbertujuan untuk memberikan informasi yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebuah komik harus menempatkan manfaat tataruang & letaknya. Hal tersebut agar gambar membentuk cerita, yang dituangkan dalam bentuk dan tanda. Komik termasuk dalam karya seni sastra.
Dapat dikatakan bahwa perjalanan perkembangan komik di Indonesia memiliki sejarah yang Panjang. Pada zaman kolonial Belanda pada tahun 1930 telah muncul komik karya Kho Wang Gie. Tokoh rekaannya, Put On, mampu menarik perhatian publik dengan karakternya yang unik.
Transformasi karya sastra tradisional juga dilakukan terhadap kaba. Dalam hal ini, cerita kaba Sabai Nan Aluih dialihmediakan menjadi komik. Di samping maksud mendekatkan karya sastra tradisi pada pembaca anak, alih media ini juga wujud usaha pengembangan media pembelajaran . Usaha alih media ini menghasilkan buku komik Sabai Nan Aluih . Di samping kaba, cerita rakyat Minangkabau juga dialihmediakan menjadi bahan bacaan literasi. Sebagai bahan bacaan, hasil usaha alih media tersebut diharapkan dapat menumbuhkan daya kreatif pembacanya. Hasil pembacaan tersebut akan menumbuhkan daya kritis pembaca untuk kemudian menghasilkan karya baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya.