Musik di Dunia Islam
seni music didalam islam source canva |
Sehubungan dengan negatifnya konotasi kata “musik” dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi topik maupun bagian dari studi-studi relijius Islamis. Dengan demikian analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari pendekatan-pendekatan di luar lingkaran studi tersebut. Sehubungan dengan itu analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu sekuler. Di antara berbagai ilmu sekuler yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum kajian-kajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologis yang populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep musikologi yang dipetakannya. Publikasi pengetahuan umum musik yang banyak beredar di kalangan masyarakat pecinta musik klasik di Indonesia, misalnya dari Machli dan Ewen , adalah contoh lain dari dominasi aspek-aspek sejarah dalam musikologi.
Bentuk-bentuk Seni Musik Islami
Keberadaan semua jenis musik Islamis yang tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia, tidak terlepas dari keberadaan musikmusik di dunia Islam pada umumnya. Hal tersebut karena muatanmuatan Islam, sebagai variabel tetap pada musik Islam di manapun, senantiasa bersifat universal. Sehubungan dengan itu berbagai muatan budaya lokal yang terkandung di dalamnya dan dari satu negara ke negara lainnya sangat bervariasi, perlu dipertimbangkan sebagai variabel bebas. Musik Islamis, baik dari jenis-jenis relijius, tradisional maupun klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai puncaknya hingga bagian akhir paruh pertama abad ke15, ketika berakhirnya masa keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga budaya musik praIslam.
Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pada dasarnya tidak membunuh budaya Arab atau meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatarbelakanginya, melainkan merekreasinya sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai seni Islamis yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islamis berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya, serta kekayaan vokabulari, struktur-struktur metrik yang rumit, sistem-sistem syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang.
Musik Pada Masa Permulaan Islam
Pada beberapa hadis, sebagai sumber utama Islam kedua setelah Al Qur’an, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan musik, khususnya yang memiliki fungsi sosial dan relijius tertentu, di antaranya seperti lagu-lagu penyemangat perang, lantunanlantunan ziarah haji, dan lagu-lagu perayaan pernikahan atau hari-hari besar, baik untuk didengar perorangan maupun umum . Pada sekitar tahun 622-623 Masehi, Nabi merekomendasikan lantunan azan yang berfungsi sebagai pemberitahuan waktu-waktu salat dan ajakan untuk datang salat berjamaah di masjid. Azan yang merupakan salah satu dari jenis-jenis musik relijus Islamis penting dalam rangkaian peribadatan Islam, pertama kali dikumandangkan oleh Bilâl, seorang penyanyi Abisinia, yang kemudian menjadi acuan para pengumandang azan (Muazin) di seluruh dunia Islam. Seiring dengan persebaran Islam ke negara-negara lain di luar tanah Arab dan pertemuan budaya Islam dengan kebudayaan lain, azan, dan musik relijius Islamis lainnya pun mengalami penyesuaian dengan budayabudaya lokal
Musik Klasik di Dunia Islam
Gaya musik musik Islam klasik mengalami perkembangan yang signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah. Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi, baik pria maupun wanita. Walaupun elemen-elemen asing non-Arab memainkan peranan yang sangat penting dalam musik mereka, namun sebagian besar musisi terkenal saat itu memiliki latar belakang kelahiran dan kebudayaan Arab. Dengan demikian latar belakang kebangsaan telah memberikan kontribusi terhadap khasanah karakteristik musik di suatu wilayah kebudayaan.
Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal ialah Ibn Misjah, yang dikenal sebagai “bapak musik Islamis.” Misjah yang lahir dari sebuah keluarga Persia di Mekah, adalah ahli teori musik, penyanyi, dan virtuoso Lute. Ia mempelajari teori serta praktek musik Persia dan Bizantium di Syria dan Persia. Ia banyak menggabungkan berbagai pengetahuan musik yang diperolehnya ke dalam “lagu seni” (art song) khas Arab, mengadopsi elemen-elemen baru seperti modus-modus musikal asing, dan menolak ciri-ciri lain yang tidak cocok dengan gaya musik Arab. Di samping Ibn yang Misjah dijuluki “bapak musik Islamis,” terdapat musikolog Islam lain yang dijuluki “bapak musik” oleh kritikus Barat, Sir Huvert Parry, yaitu Shafi al Dîn karena dua karya monumentalnya, yaitu Syarafiya dan The Book of Musical Modes.
Kontribusi musikologis Ibn Misjah terdapat dalam sumber informasi terpenting mengenai kehidupan musik pada tiga abad pertama Islam, yaitu Kitâb alAghânî (“The Book of Songs”) karya Abuu alFaraj al-Isybahânî, pada abad ke10. Walaupun demikian informasi teoretis tersebut bukanlah yang pertama karena dua abad sebelumnya, Yuunus al-Kâtib, seorang penulis buku teori musik Arab, telah terlebih dahulu mengkompilasi koleksi lagu-lagu Arab. Musisi lain yang juga terkenal pada periode ini ialah: (1) Ibn Muhriz, keturunan Persia; (2) Ibn Surayj, putra seorang budak Persia yang terkenal karena elegi-elegi dan improvisasiimprovisasinya (murtajal); (3) AlGharîdh, seorang murid Ibn Muhriz, yang memiliki latar belakang kelahiran dari keluarga Berber; dan (4) Ma’bad, seorang Negro. Seperti halnya Ibn Surayj, Ma’bad memiliki suatu gaya personal khusus yang kemudian diadopasi oleh generasi-generasi penyanyi yang datang kemudian. Buku karya Abû al-Faraj alIsybahânî yang diterjemahkannya sebagai “The Great Book of Song” tersebut, tersusun dari 21 jilid. Sedemikian komprehensifnya buku tersebut sehingga Ilmuwan Muslim terkenal saat itu, yaitu Ibn Khaldun, menyebutnya sebagai “biang musik”
Yaaaa itulah pembahasan tentang musikologis di dunia Islam. Karena di sejarah Islam juga ada sejarah musiknya. Semoga blog ini bermanfaat bagi anda. Sekian dan terima kasih.