Seni Sastra : Apresiasi Seni Sastra

Apresiasi Sastra



Istilah apresiasi, digunakan dalam berbagai hal. Umpamanya, dalam pembicaraan film, lukisan, dan perdagangan. Dalam hubungannya dengan perdagangan, apresiasi berarti kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah.  Apresiasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Lebih jauh lagi, menurut Squire dan Taba, proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif

 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, apresiasi merupakan kesadaran terhadap nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu. Di dalam modul ini, istilah apresiasi diartikan sebagai kegiatan mengakrabi karya sastra secara sungguh-sungguh. Mengakrabi karya sastra dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengenal, memahami, menghayati, menikmati, serta mengaplikasikan karya sastra ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta apresiasi yang baik serta mendalam terhadap karya sastra. Dengan demikian, karya sastra tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan pribadi apresiator. Apresiator dapat mengakrabi karya sastra melalui beberapa tahapan atau proses. Proses tersebut dimulai dari pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu penerapan.

Agar lebih jelas, mari kita lihat penjelasan tentang hal tersebut di bawah ini!

1. Pengenalan

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan sebuah karya sastra. Misalnya, dengan menyajikan contoh karya sastra dalam pembelajaran di kelas, menyaksikan pembacaan puisi, menonton pertunjukan drama, ataupun dengan menonton film yang disadur dari novel-novel yang terkenal. Setelah proses pengenalan tersebut, apresiator akan mulai menemukan ciri-ciri umum yang tampak pada karya sastra. Umpamanya, dia mengenal judul, pengarang, atau bentuk karya secara umum. Proses pengenalan ini juga dapat apresiator mulai dengan melihat hal-hal positif yang disukai dari suatu novel misalnya.  Proses pengenalan yang menyenangkan, akan menimbulkan keinginan atau memotivasi apresiator untuk mengetahui lebih lanjut tentang karya tersebut lebih dalam lagi.
 

2. Pemahaman

Pemahaman dapat dicapai secara mudah oleh apresiator tertentu, namun dapat juga agak susah. Hal tersebut disebabkan oleh pengalaman yang berbeda dari setiap apresiator. Apresiator yang sering melihat pembacaan puisi akan lebih mudah memahami isi puisi yang dibacanya. Bagi pembaca pemula, mungkin perlu membaca puisi secara berulang-ulang untuk memahami isi puisi tersebut. Jika hal ini yang terjadi, biasanya perlu ditempuh upaya-upaya untuk mencapainya. Umpamanya, dalam memahami puisi terlebih dahulu dicari penjelasan bagi kata-kata yang dianggap sulit, membubuhkan kata penghubung, membubuhkan tanda baca, termasuk tanda untuk enjambemen. Dengan demikian, pemahaman dapat tercapai.
 

3. Penghayatan

Ada sementara orang yang berbeda pendapat tentang urutan "pemahaman" dan "penghayatan" ini. Ada yang beranggapan bahwa sebelum menghayati perlu memahami terlebih dahulu. Ada pula yang beranggapan bahwa "menghayati" terlebih dahulu baru kemudian "memahami". Sebenarnya, kedua pendapat tersebut tidak bertentangan, selama penjelasan dari keduanya jelas. Jadi, bisa saja urutan itu berubah, baik dari pemahaman atau penghayatan terlebih dahulu. Hal yang penting dampaknya bagi apresiator. Penghayatan dapat dilihat dari indikator yang dialami apresiator. Umpamanya, pada saat membaca (mungkin berulang-ulang), pembaca dapat merasakan sedih, gembira atau apa saja karena rangsangan bacaan tersebut: seolah-olah melihat, dan atau mendengar sesuatu. Hal ini terjadi karena apresiator sudah terlibat dengan karya yang sedang diapresiasinya itu. 

4. Penikmatan

Setelah apresiator menghayati karya sastra, ia akan masuk ke wilayah penikmatan. Pada wilayah ini, apresiator telah mampu merasakan secara lebih mendalam berbagai keindahan yang ditemui dalam karya sastra. Perasaan tersebut akan membantu menemukan berbagai nilai, baik yang bersifat sastrawi maupun nilai yang langsung berhubungan dengan kehidupan. Sehubungan dengan kenikmatan yang lahir dari mengapresiasi sastra, Rusyana menyatakan bahwa "kemampuan mengalami pengalaman pengarang yang tertuang dalam karyanya dapat menimbulkan rasa nikmat pada pembaca". Selanjutnya, ia menyatakan bahwa "kenikmatan itu timbul karena kita  merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan dengan lebih baik; kekaguman akan kemampuan sastrawan dalam mengerahkan segala alat yang ada pada medium seninya sehingga ia berhasil memperjelas, memadukan, dan memberikan makna terhadap pengalaman yang diolahnya, dan  menikmati sesuatu demi sesuatu itu sendiri, yaitu kenikmatan estetik".

5. Penerapan

5. Penerapan Penerapan merupakan wujud perubahan sikap yang timbul sebagai temuan nilai apresiator yang telah merasakan kenikmatan dari karya sastra. Memanfaatkan temuan tersebut dalam wujud nyata perubahan sikap dalam kehidupan. Hal ini terjadi karena apresiator merasa memperoleh manfaat langsung dari bacaan tersebut. Sebagai contoh, pembaca roman “Atheis”, menemukan betapa goyahnya seorang pemeluk agama yang tidak disertai penguasaan ilmu. Dari temuan ini, pembaca tersebut menemukan manfaat bagi dirinya. Ia kemudian berusaha melengkapkan agamanya dengan ilmu. Itulah proses yang semestinya terjadi dalam apresiasi sastra. Sehubungan dengan proses tersebut, Sumarjo, Rusyana, menyatakan dalam bahasa yang hampir senada. Sumarjo menyebut dengan istilah langkah-langkah mengapresiasi, sedangkan Rusyana menyebutnya dengan istilah tingkat-tingkat mengapresiasi, dengan rincian yang relatif sama. Mari kita lihat langkah atau tingkatan tersebut di bawah ini!
 a. Tingkat pertama apresiasi terjadi apabila seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam sebuah karya. la terlibat secara intelektual, emosional, dan imajinatif dengan karya.
 b. Tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual pembaca bekerja lebih giat.
 c. Tingkat ketiga terjadi apabila pembaca telah mampu menemukan ada tidaknya hubungan antara karya yang dibacanya dengan kehidupan. 

Tingkat atau langkah ini pun dapat dijadikan indikator sudah atau belumnya kita memasuki kegiatan apresiasi sastra. Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa mengapresiasi sastra bukan sekadar membaca saja, melainkan memang harus secara sungguh-sungguh. Pada tingkat pertama saja mungkin kita perlu membaca berulang-ulang untuk sampai pada keterlibatan seperti itu. Pada tingkat kedua, kita perlu melengkapi pengetahuan tentang kaidah-kaidah sastra. Dengan demikian, kita dapat memperoleh kenikmatan atau kepuasan yang lebih meningkat dibanding tingkat sebelumnya. Dari rasa nikmat yang tinggi itu akan membawa kita pada tahap penemuan nilai, yang berhubungan dengan kehidupan nyata. 



Pembelajaran Apresiasi Sastra

Berdasarkan uraian tentang sastra dan apresiasi sastra di atas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran apresiasi sastra adalah suatu proses interaksi antara guru dan murid tentang sastra apapun bentuknya, apakah itu puisi, prosa fiksi/cerita rekaan, dan drama.  Misalnya, dalam pembelajaran apresiasi puisi. Hendaknya siswa dikenalkan dengan berbagai macam puisi baik puisi lama ataupun puisi kontemporer. Dalam pemilihan materi puisi, guru hendaknya memilih bahan berdasarkan tingkat kemampuan siswanya. Menurut Rahmanto, pembelajaran apresiasi puisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut.
 
1. Pelacakan pendahuluan
Guru perlu mempelajari puisi yang akan diajarkannya di dalam kelas. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikan sebagi bahan.

2. Penentuan sikap praktis
Untuk mempermudah siswa memahami puisi, guru harus memilih informasi apa yang seharusnya diberikan kepada siswa. Guru juga hendaknya memilih puisi yang tidak terlalu panjang agar dapat dibahas dalam sekali pertemuan. 

3. Introduksi
Introduksi atau pengantar sangatlah penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pemilihan introduksi yang tepat dapat dilakukan dengan melihat situasi siswa dan karakteristik puisi yang akan diajarkan. 

4. Penyajian
Agar puisi dapat memberikan kesan dan pesan bagi siswa, maka dibutuhkan penyajian yang tepat. Misalnya, dengan membacakan puisi dengan irama dan penghayatan yang tepat. Dengan demikian, siswa akan tersentuh dan tertarik untuk menelisik puisi lebih dalam lagi. 

5. Diskusi
Untuk mencermati seberapa dalam apresiasi siswa terhadap puisi maka dapat diadakan diskusi. Siswa dapat membicarakan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dari puisi.
 
6. Pengukuhan
Pengukuhan dapat dilakukan dengan cara memberikan tugas-tugas di luar kelas yang merupakan kelanjutan dari pembelajaran di dalam kelas. Contohnya, dengan menugaskan siswa untuk menulis puisi sesuai dengan pengalaman masing-masing.


Keenam teknik pembelajaran apresiasi puisi di atas dalam pelaksanaannya dapat diterapkan pula pada pembelajaran apresiasi sastra yang lain, seperti cerpen, novel, dan drama.  Teknik pembelajaran apresiasi seperti contoh di atas dirancang agar terjadi proses yang memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman, penghayatan, serta penikmatan terhadap karya sastra hingga akhirnya siswa mampu menerapkan temuannya di dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajar apresiasi sastra akan memperoleh manfaat dari karya sastra yang diapresiasinya.

Itulah sedikit pembahasan mengenai Apresiasi Sastra yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih.


Baca Juga :




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel